Minggu, 19 Juli 2009

Republik Nyinyir

Banyak hal di republik ini yang tidak pernah dapat terjelaskan dengan tuntas dan memberikan informasi yang utuh kepada publik. Bahkan karena begitu terbiasanya sebuah fenomena akan tetap menjadi tanda tanya karena tidak dapat terungkap dan terjelaskan, maka publikpun merasa bahwa hal tersebut menjadi sebuah fenomena biasa. Pernyataan pejabat atau elite tertentu seringkali mengaburkan sebuah permasalahan dan akhirnya mengubur permasalahan tersebut sampai orang melupakanya.

Tinggal nantinya kita melihat sejauh mana pihak-pihak yang terlibat saling adu kuat untuk memaksakan posisinya yang paling benar atas sebuah permasalahan, fenomena ini jika disederhanakan akan menghasilakn rumus siapa yang paing nyinyir, maka dia akan memenangkan wacana dan pada akhirnya memiliki posisi yang paling benar. Dalam hal inilah posisi pembentuk opini, pemegang kekuasaan dan pihak yang dianggap kompeten atau merasa kompeten menjadi penentu wacana yang akan mampu memaksakan posisinya.

Kita bisa mengambil contoh pada hampir semua peristiwa publik, misalnya misteri jatuhnya pemerintahan Orde Lama dan lahirnya rejim Orba semua peristiwa itu diselimuti misteri yang sampai menjelang setengah abad peristiwanya berlalu tetap diselimuti kabut tebal yang sulit ditembus, demikian pula peristiwa-peristiawa yang terjadi di masa pemerintahan Suharto. Bahkan tumbangnya kekuasaan Orba yang dipuncaki dengan kerusuhan pada pertengahan Mei 1998 dengan berbagai peristiwa yang menyertainya tetap diliputi misteri diantara peelaku sejarah.

Yang kita dengar dan menjadi wacana kuat adalah pernyataan-pernyataan pejabat dan elite kepemimpinan yang simpang siur dan saling bertentangan, sehingga akhirnya siapa yang paling nyinyir maka proposisinya menjadi wacana kuat yang seringkali dianggap kebenaran akhir dari sebuah peristiwa atau fenomenan. Dalam hal ini seakan-akan kita telah menyepakati untuk membiarkan semuanya terjadi demikian, tanpa ada upaya untuk mengungkapkan dan saling membenturkan argumentasi yang saling bertentangan tadi.

Akhir-akhir ini kita juga disuguhi dengan silang pendapat tentang berbagai hal, termasuk prosesi pemilu sebagai sebuah fase penentruan pergantian kekuasaan nasioanal secara periodik. Di tengah-tengah peristiwa ini terus bergulir berbagai peristiwa lain yang saling menimpali dan pada akhirnya akan menentukan bentuk akhir dari wacana publik yang terbentuk. Pilihan rakyat dalam pemilu lalu untuk memilih kembali SBY, tidak terlepas dari pembentukan opini dianatar elite-elite politik yang saling berbantah.

Di tengah tahapan pemilu pun kita dapat menyimak pernyataan berbagai pihak yang kemudian saling menimpai dan saling berebut untuk menjadi wacana dominan. Sampai akhirnya berbagai wacana tentang kecurangan pemilu yang sebenarnya belum tentu sebagaimana disampaikan berbagai pihak tadi, pada akhirnya tertutup oleh munculnya virus flu babi dan ditimpali dengan peledakkan bom di kawasan bisnis Mega Kuningan. Akan mencul wacana-wacana lain yang akan menelan wacanaa hari ini. Pada dasarnya penyataan pejabat dan pembuat wacana akan menentukan.

Lemahnya upaya untuk mengungkap malalui investidasi, verifikasi dan cek serta kroscek di satu sisi serta pendeknya daya ingat kolektif sebagai bangsa menjadikan nyinyirisme sebagai metode untuk memmenangkan wacana, sesuai dengan posisi para elite yang bertikai mengakibatkan banyak hal tidak terjelaskan secara memadai dan tetap tinggal sebagai misteri yang tak terjawab di negeri ini. Media dan pihak-pihak yang mampu membuat jarak dengan peristiwa dan kepentingan yang menyertainya perlu digalang untuk membuat sebuah proposisi yang netral dan memberi ruang untuk terungkapnya fakta dan informasi secara seimbang dan apa adanya.

Tidak ada komentar: